Ojo Nggragas, Ojo Karepmu Dewe, Bisnis Puyuh Iku Ono Aturane
Pada dasarnya salah satu tujuan orang jual beli itu adalah untuk memenuhi kebutuhan masing-masing orang yang sedang melakukan transaksi. Karena itu hasil akhir yang diharapkan adalah saling puas dan untung oleh kedua belah pihak.
Namun apa lacur, kenyataan tidak selalu sejalan dengan harapan masing-masing pihak. Bahkan, sering kali dalam dunia perpuyuhan kita sering mengalami dimana pedagang nggapleki disatu sisi, dan peternak nakal disisi lain.
Mungkin sidang pembaca sekalian sudah terlanjur maklum dengan istilah pedagang nggapleki. Iya, itu, pedagang yang kalau harga pas mulai turun ngambilnya telur jadi mundur-mundur. Sedang kalau pas harga lagi naik semangat banget ngambil telur sebelum waktunya.
Lha kalau peternak nakal itu yang gimana???
Peternak nakal itu ya sebangsa fir’aun itu lah, yang selalu ingin berkuasa, merasa paling berjasa karena sudah menghasikan produk (telur), dan selalu ingin harga tertinggi dibanding peternak lain tanpa mikirin babar blas perjuangan berdarah-darah seorang bakul yang membantunya menjual kembali barang tersebut ke pasar.
Aniway, diatas itu semua sekarang sepertinya ada beberapa PR yang mesti diselesaikan antara bakul dan juga peternak secara bersama-sama. Yaitu terciptanya iklim kondusif bisnis perpuyuhan demi memuaskan konsumen.
Breeder Vs End User
Sebagai peternak yang berusaha membakulkan telur secara mandiri, saya melihat kecenderungan perubahan keinginan konsumen (end user) yang sering kali bertolak belakang dengan produsen awal (breeder).
Dari sisi konsumen misalnya, sekarang mulai lagi terlihat kecenderungan kalau konsumen demen dengan telur yang isinya banyak. Atau bahasa pasarannya yang sewelasan.
Beberapa bakul kirim jakarta, terutama disaat harga telur anjlog sering kali ngeluh kesulitan menjual telur sepuluhan. Ojo takon soal endog songonan. Karena endog songonan bagi bakul akan menjadi semacam kutukan yang angele ora mbahe jualnya di pasaran.
Itu tadi dari sisi konsumen. Sementara dari breeder sekarang juga ada prinsip semakin besar telur yang dihasilakan, semakin berbobot, maka semakin pintarlah breeder tersebut.
Basicly, prinsip ini bagus juga sih. Karena bagi produsen, efisiensi adalah kunci terpenting untuk menekan biaya produksi. Imbasnya, breeder jelas akan berlomba-lomba menciptakan puyuh yang bisa berproduksi maksimal dengan jalan memaksimalkan bobot telur.
Hanya, karena kita memelihara puyuh tidak untuk kita makan sendiri telurnya, tapi untuk orang lain yang kemungkinan besar prinsipnya tidak sama dengan kita, maka ya mau tidak mau kita harus menyesuaikan diri dengan konsumen kita.
Karena itu, salah satu breeder Blitar, yaitu mas arief gondrong bisa kita pertimbangkan baik-baik jika kita termasuk peternak dengan telur besar.
Menurut mas arief gondrong, untuk mensiasati agar telur kita tetap dicintai bakul dan konsumen adalah dengan membuat komposisi ternak 2:1 atau 50:50. Bisa juga 70:30.
Artinya, dari seribu ekor puyuh besar kita juga melihara 1000 ekor puyuh lokal (telur kecil). Atau minimal jika kita punya 1000 ekor besar, kita juga punya 300 ekor yang kecil.
Kunci yang paling penting adalah efisiensi. Artinya besaran persentase dari kedua kelompok puyuh telur besar-kecil tersebut bisa bertelur maksimal.
Dengan siasat seperti ini peternak masih akan bisa eksis dalam kondisi naik turunnya harga telur. Dikala telur mahal, peternak bisa menjual telur tanpa oplosan. Artinya yang kecil dijual butiran, sedang yang besar dijual kiloan.
Sementara saat harga sedang turun, maka peternak bisa menjual secara kondisional. Dalam arti jika penjual meminta telur sewelasan peternak bisa mengoplos telur besar-kecil. Jika penjual minta telur sepuluhan, peternak juga bisa nyeteli dengan mudah.
Ketika peternak, penjual, dan konsumen bisa berjalan bersama dan saling pengertian, nggak nggragas, maka insyaalloh transaksi akan saling menguntungkan.
Apakah kalau sudah melakukan hal ini berarti kita sebagai peternak sudah dijamin nggak bakal bangkrut dan gulung tikar??
Nggak bisa bangkrut ndasmu. Ya tetep bisa lah. Tapi paling tidak dengan melakukan hal tersebut relasi bakul dan penjual itu bisa ayem tentrem mulyo lan tinoto. Endak eker karepe dewe. Nggak su’udzon wae.
Post a Comment